RMOL. Memang sudah sudah tiba saatnya rakyat melakukan people power untuk menegakkan kedaulatan rakyat, keadilan dan kebenaran.
People power dalam konteks ini bukan makar, kata Direktur Eksekutif Government & Political Studies (GPS), Gde Siriana Yusuf, dalam perbincangan dengan redaksi, Kamis malam (9/5).
Dia membandingkan dengan people power di Filipina tahun 1986. Saat itu, sekitar tiga juta rakyat Filipina berkumpul secara damai di Manila untuk menegakkan keadilan atas pembunuhan Benigno Simeon ''Ninoy'' Aquino, Jr. dan kecurangan dalam pemilu yang dilakulan rezim Presiden Ferdinand Marcos.
“People power tidak bisa diartikan makar karena merupakan kesadaran kolektif masyarakat yang mewujud dalam bentuk protes dan perlawanan terhadap ketidakadilan,” kata dia.
People power akan terjadi ketika demokrasi macet. Hal ini diperparah karena media mainstream berada dalam hegemoni kekuasaan, tidak lagi berfungsi sebagai kontrol yang berani membongkar sistem yang busuk.
“Justru mereka menjadi media proxy kepentingan elit, menjadi corong manipulasi rakyat secara halus,” tegasnya.
Kemacetan demokrasi, masih kata dia, ditandai dengan larangan atas pemikiran kritis dengan alasan tidak sesuai konstitusi.
“People power yang berjalan damai dapat menjadi revolusi putih, revolusi yang berjalan tanpa kekerasan, manakala kekuasaan merespon people power dengan tidak mengedepankan kepentingan bangsa dan negara,” demikian Gde Siriana.
People power dalam konteks ini bukan makar, kata Direktur Eksekutif Government & Political Studies (GPS), Gde Siriana Yusuf, dalam perbincangan dengan redaksi, Kamis malam (9/5).
Dia membandingkan dengan people power di Filipina tahun 1986. Saat itu, sekitar tiga juta rakyat Filipina berkumpul secara damai di Manila untuk menegakkan keadilan atas pembunuhan Benigno Simeon ''Ninoy'' Aquino, Jr. dan kecurangan dalam pemilu yang dilakulan rezim Presiden Ferdinand Marcos.
“People power tidak bisa diartikan makar karena merupakan kesadaran kolektif masyarakat yang mewujud dalam bentuk protes dan perlawanan terhadap ketidakadilan,” kata dia.
People power akan terjadi ketika demokrasi macet. Hal ini diperparah karena media mainstream berada dalam hegemoni kekuasaan, tidak lagi berfungsi sebagai kontrol yang berani membongkar sistem yang busuk.
“Justru mereka menjadi media proxy kepentingan elit, menjadi corong manipulasi rakyat secara halus,” tegasnya.
Kemacetan demokrasi, masih kata dia, ditandai dengan larangan atas pemikiran kritis dengan alasan tidak sesuai konstitusi.
“People power yang berjalan damai dapat menjadi revolusi putih, revolusi yang berjalan tanpa kekerasan, manakala kekuasaan merespon people power dengan tidak mengedepankan kepentingan bangsa dan negara,” demikian Gde Siriana.
Editor: Yelas Kaparino
Komentar
Posting Komentar